PARTISIPASI POLITIK MEROSOT : ALARM BAGI DEMOKRASI LOKAL POHUWATO
PARTISIPASI POLITIK MEROSOT : ALARM BAGI DEMOKRASI LOKAL POHUWATO oleh : Iskandar Ibrahim* Ketua KPU Kabupaten Pohuwato Tingkat partisipasi pemilih selalu menjadi salah satu indikator penting keberhasilan sebuah pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah. Partisipasi yang tinggi menunjukkan adanya kepercayaan publik terhadap proses demokrasi, sedangkan partisipasi yang rendah menjadi sinyal adanya masalah dalam komunikasi politik, sosialisasi, maupun kinerja penyelenggara dan peserta pemilu. Partisipasi politik masyarakat merupakan roh dari sebuah pesta demokrasi. Pemilihan kepala daerah bukan sekadar prosedur memilih siapa yang akan memimpin, tetapi juga wadah bagi warga untuk menyalurkan kedaulatannya secara langsung. Namun, pada Pilkada serentak terakhir di Kabupaten Pohuwato, partisipasi masyarakat menunjukkan tren penurunan. Fenomena ini bukan hanya sekadar angka statistik, tetapi alarm keras bagi kualitas demokrasi lokal kita. Di Kabupaten Pohuwato, data Pilkada 2024 menunjukkan adanya penurunan signifikan tingkat partisipasi pemilih dibandingkan dengan Pemilu 2024 maupun Pilkada sebelumnya. Kondisi ini tentu menimbulkan pertanyaan besar: mengapa masyarakat Pohuwato tampak kurang antusias dalam menentukan pemimpin daerahnya sendiri? Mengurai Penyebab Penurunan Partisipasi Turunnya partisipasi pemilih di Pohuwato dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama, apatisme politik, di mana sebagian masyarakat merasa suara mereka tidak akan membawa perubahan berarti, karena adanya kekecewaan terhadap kinerja pemerintah sebelumnya maupun janji politik yang di anggap tidak terealisasi. Kedua, rendahnya daya Tarik kandidat atau kurangnya TRUSH terhadap para calon kepala daerah. Ketiga, Pengaruh Disinformasi dan media sosial, seperti Masyarakat terpapar informasi simpang siur bahkan hoaks, yang menurunkan kepercayaan pada proses politik. Keempat, faktor teknis dan geografis, misalnya lokasi TPS yang jauh atau kurangnya fasilitas pendukung yang membuat sebagian warga enggan datang ke TPS, dan Kelima, Faktor Sosial Ekonomi, Dimana Sebagian warga lebih memilih bekerja atau beraktivitas ketimbang datang ke TPS karena menganggap pemilu dan pemilihan tidak memberi dampak langsung pada ekonomi mereka. Selain itu, dinamika politik lokal juga berpengaruh. Jika kontestasi dianggap kurang menarik atau calon-calon yang maju tidak mampu menghadirkan gagasan segar, maka wajar jika masyarakat tidak antusias. Ditambah lagi, maraknya informasi simpang siur di media sosial turut memperburuk keadaan dengan memunculkan ketidakpercayaan. Implikasi bagi Demokrasi Lokal Partisipasi yang menurun jelas berdampak serius. Legitimasi pemimpin hasil pilkada bisa dipertanyakan, karena terpilih dengan dukungan masyarakat yang relatif kecil. Hal ini dapat memengaruhi stabilitas politik dan kepercayaan publik terhadap institusi penyelenggara pemilu maupun pemerintah daerah. Demokrasi sejatinya bukan hanya soal terselenggaranya pemilu, tetapi juga kualitas partisipasi rakyat di dalamnya. Jika tren ini terus dibiarkan, kita berpotensi masuk pada situasi demokrasi prosedural tanpa substansi: ada pemilu, tetapi rakyat enggan terlibat. Inilah alarm yang seharusnya kita dengar bersama. Mencari Jalan Keluar Untuk mengatasi hal ini, dibutuhkan langkah-langkah serius dan berkesinambungan Pertama, KPU bersama stakeholder perlu memperkuat pendidikan pemilih berkelanjutan, khususnya bagi pemilih pemula dan kelompok masyarakat yang cenderung apatis. Kedua, membangun komunikasi politik yang sehat dari para calon kepala daerah, dengan menghadirkan gagasan solutif yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Ketiga, memanfaatkan teknologi dan media sosial secara bijak, bukan hanya sebagai alat kampanye, tetapi juga ruang edukasi politik yang jernih. Keempat, mendekatkan pelayanan kepemiluan dengan memperhatikan aksesibilitas TPS serta memberikan fasilitas bagi pemilih disabilitas, pemilih di daerah terpencil, maupun kelompok rentan lainnya. Pilkada bukan hanya milik para calon dan penyelenggara, tetapi milik rakyat. Menurunnya partisipasi pemilih di Pohuwato adalah alarm bahwa ada yang harus segera diperbaiki. Demokrasi yang sehat hanya bisa tumbuh jika masyarakat aktif berpartisipasi. Oleh karena itu, mari kita jadikan fenomena ini sebagai momentum untuk memperkuat pendidikan politik, memperbaiki strategi sosialisasi, dan membangun kepercayaan publik agar demokrasi lokal Pohuwato kembali hidup dan bermakna., (*)